Sesaknafas tidak selalu disebabkan karena ada gangguan di paru-paru atau organ pernafasan lainnya, tetapi juga bisa terjadi karena masalah emosional seperti cemas dan serangan panik, juga oleh keadaan lainnya seperti kegemukan, elergi, terhirup debu, kecelakaan dan sebagainya.Dalam keadaan normal sesak nafas juga bisa terjadi misalnya setelah beraktifitas seperti olahraga ataupun berada di
Dilakukanoleh penulis di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Banyumas pada tanggal 26 desember 2017, pukul 08.15 WIB dengan sumber data dari pasien, keluarga pasien, dan rekam medis. Dari penkajian tersebut didapatkan identitas pasien adalah Tn.A, umur 46 tahun, berasal dari suku jawa, Indonesia. Yang beralamat di Somagede, Banyumas.
LAPORAN PENDAHULUAN DYPSNEA SESAK NAFAS A. DEFINISI Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan istilah “Shortness Of Breath”. Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu 1. Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan paru-paru dan pernapasan, penyakit jantung atau trauma dada. 2. Dyspnea kronis menahun dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK, emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara. B. ETIOLOGI Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama. C. MANIFESTASI KLINIK Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru emfisema, bronkitis, asma, kecemasan Price dan Wilson, 2006. paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit peradangan pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada. Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan, hal ini disebabkan oleh Stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink, Akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang mencolok Chandrasoma, 2006. Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit paru. Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai adanya infeksi. Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna, volum, konsistensi, dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya. Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah. Hemoptisis berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik, pneumonia, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli paru. Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler Price dan Wilson, 2006. Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran napas besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis. Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi, durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis kronik, CPOD, penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip ronki basah kasar dan banyak Reviono, dkk, 2008. D. PATOFISIOLOGI Inflamasi yang menyebar pada hepar hepatitis dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam itu juga terjadi kesulitan dalam hal billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi akibat kerusakan sel ekskresi dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi bilirubin indirek, maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi bilirubin direk.Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin. Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat abolis.Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. E. Pathway F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG G. TERAPI DAN PENGOBATAN - Oksigenasi H. ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN 1. Identitas Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada. b. Riwayat penyakit sekarang asma, CHF, AMI, ISPA. c. Riwayat penyakit dahulu pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk. d. Riwayat penyakit keluarga mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga pasien 3. Pola kesehatan fungsional Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan , adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan oksigen. b. Pola metabolik-nutrisi Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan. c. Pola eliminasi Perubahan pola defekasi darah pada feses, nyeri saat devekasi, perubahan berkemih perubahan warna, jumlah, ferkuensi d. Aktivitas-latihan Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. e. Pola istirahat-tidur Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat. f. Pola persepsi-kognitif Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien. g. Pola konsep diri-persepsi diri Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial, penilaian terhadap diri sendiri gemuk/ kurus. h. Pola hubungan dan peran Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang. i. Pola reproduksi-seksual Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji j. Pola toleransi koping-stress Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien. k. Keyakinan dan nilai Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien. 4. Pemeriksaan fisik a. Kesadaran kesadaran menurun b. TTV peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi c. Head to toe 1 Mata Konjungtiva pucat karena anemia, konjungtiva sianosis karena hipoksemia, konjungtiva terdapat petechie karena emboli atau endokarditis 2 Mulut dan bibir Membran mukosa sianosis, bernafas dengan mengerutkan mulut 3 Hidung Pernafasan dengan cuping hidung 4 Dada Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal. 5 Pola pernafasan pernafasan normal apneu, pernafasan cepat tacypnea, pernafasan lambat bradypnea II. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi adalah a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus b. banyak. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi. III. INTERVENSI KEPERAWATAN NO DX I TUJUAN INTERVENSI RASIONAL Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan Napas 1 Buka jalan napas pasien jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang 2 Posisikan pasien untuk efektif, dengan kriteria hasil memaksimalkan Respiratory Status Airway patency No Indikator Awal 1. Pengeluaran 2 sputum 2. 3. pada jalan napas Irama napas 2 sesuai Keterangan Pasien untuk perlunya pemasangan alat jalan secret dengan suction 5 Auskultasi suara napas, catat bila ada suara 2 pernapasan diharapkan √ yang √ Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. 2. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru napas buatan 4 Keluarkan yang diharapkan Frekuensi sesuai Tujuan 1 2 3 4 5 √ ventilasi. 3 Identifikasi 1. napas tambahan 6 Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift setelah dilakuakan tidakan suction dan dan menurunkan pernafasan. 3. upaya Mencegah obstruksi/aspirasi. 4. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan yang menimbulkan dapat penggunaan otot nafas aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan. 1. 2. 3. 4. 5. Keluhan ekstrim Keluhan berat Keluhan sedang Keluhan ringan Tidak ada keluhan b. Suksion Jalan Napas 1 Auskultasi jalan napas 1. Mencegah sebelum dan sesudah obstruksi/aspirasi. Penghisapan suction dapat diperlukan bila pasien 2 Informasikan keluarga tidak mampu mengeluarkan tentang prosedur secret. suction 2. Penurunan bunyi nafas dapat 3 Berikan O2 dengan menunjukan atelektasis. menggunakan nasal maksimal membuka untuk memfasilitasi area atelektasis dan suksion nasotrakheal meningkatkan gerakan secret 4 Hentikan suksion dan kedalam jalan nafas besar berikan oksigen bila untuk dikeluarkan. Pasien menunjukkan pengeringan bradikardi peningkatan mukosa, membantu saturasi oksigen pengenceran sekret 5 Atur intake untuk 6. Pemasukan tinggi cairan cairan mengoptimalkan membantu untuk keseimbangan. 6 Jelaskan pada pasien mengencerkan sekret, dan keluarga tentang membuatnya penggunaan peralatan dikeluarkan. mudah O2, Suction, Inhalasi. II Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan Napas Airway management 1 Buka jalan napas 1 Pengkajian merupakan jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan Pasien dasar dan data dasar kriteria hasil 2 Posisikan Pasien untuk berkelanjutan untuk memantau Respiratory Status Ventilation memaksimalkan perubahan dan mengevaluasi ventilasi. Tujuan intervensi. No Indikator Awal 3 Identifikasi Pasien 1 2 3 4 5 2 Memposisikan pasien 1. Auskultasi 2 √ untuk perlunya semi fowler supaya dapat suara napas pemasangan alat jalan bernafas optimal. sesuai napas buatan 3 Deteksi terhadap 2. Bernapas 2 √ 4 Keluarkan secret pertukaran gas dan bunyi mudah dengan suction tambahan serta kesulitan 3. Tidak 2 √ 5 Auskultasi suara napas, bernafas ada tidaknya didapatkan catat bila ada suara dispneu untuk memonitor napas tambahan 6 Monitor penggunaan intervensi. 4 Dapat otot bantu pernapasan 7 Monitor rata-rata memperbaiki/mencegah penggunaan otot tambahan Vital sign Status No Indikator Awal Tujuan 1 2 3 4 5 respirasi pergantian setelah setiap memburuknya hipoksia 5 Memberikan rasa shift dan nyamandan mempermudah dilakuakan 1. Tanda Tanda 2 vital dalam √ tidakan suction pernapasan 6 Deteksi status respirasi rentang normal tekanan darah, nadi, pernafasan Keterangan 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan Vital sign monitoring Vital sign monitoring 1 Manifestasi distres 1 Observasi adanya tanda pernapasan tergantung tanda hipoventilasi pada/indikasi derajat 2 Monitor adanya keterlibatan paru dan status kecemasan pasien kesehatan umum terhadap oksigenasi 2 Takikardia biasanya 3 Monitor vital sign 4 Informasikan pada ada sebagai akibat pasien dan keluarga demam/dehidrasi tetapi dapat tentang tehnik relaksasi sebagai untuk pola nafas. 5 Ajarkan respons terhadap memperbaiki hipoksemia 3 Selama periode waktu bagaimana ini, potensial komplikasi fatal batuk efektif 6 Monitor pola nafas hipotensi/syok dapat terjadi. 4 Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami pasien mengalami nyeri, khusunya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat. III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan Indikator Awal 1. Mendemonstrasi 2 Tujuan 1 2 3 4 5 √ 2 √ kan peningkatan dan oksigenasi yang adekuat Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. ventilasi 2. Posisi membantu 2 Pasang mayo bila perlu 3 Lakukan fisioterapi memaksimalkan ekspansi paru No 2. 1. memaksimalkan kriteria hasil Respiratory Status Gas exchange Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Respiratory Status ventilation Vital Sign Status ventilasi 1 Posisikan pasien untuk dada jika perlu 4 Keluarkan dengan batuk dan sekret menurunkan upaya pernafasan. atau obstruksi/aspirasi. suction 4. Penurunan bunyi nafas dapat 5 Auskultasi suara nafas, menunjukan atelektasis. Ronki catat adanya suara menunjukan akumulasi tambahan 6 Atur intake untuk secret/ketidakmampuan untuk cairan mengoptimalkan membersihkan jalan nafas yang keseimbangan. dapat menimbulkan 7 Monitor respirasi dan penggunaan otot aksesoris status O2 pernafasan dan peningkatan 8 Catat pergerakan kerja pernafasan. dada,amati 5. Pemasukan cairan yang kesimetrisan, banyak membantu 3. Mendemonstrasi 2 √ penggunaan otot mengencerkan kan batuk efektif tambahan, retraksi otot membuatnya dan suara nafas supraclavicular yang bersih, tidak ada sianosis dan intercostal 9 Monitor suara nafas, seperti dengkur 10 Monitor pola nafas dyspneu bradipena, mampu hiperventilasi, sputum, mampu catat area penurunan / tidak tidak adanya ventilasi 4. ada pursed lips AGD dalam 2 √ 5. batas normal Status √ neurologis batas normal Keterangan 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat cheyne stokes, biot 11 Auskultasi suara nafas, bernafas dengan dalam takipenia, kussmaul, mengeluarkan mudah, dan dikeluarkan. 2 dan suara tambahan 12 Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental 13 Observasi sianosis khususnya membran mukosa sekret, mudah 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan IV. EVALUASI Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di berikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang di harapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuanyang telah ditetapkan. DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan medikal EGC. Harahap. 2005. Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal Keperwatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan USU. Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. 2000. Nursing outcome classification NOC. Philadelphia Mosby. McCloskey & Gloria M Bulechek. 1996. Nursing intervention classification NIC. USAMosby. Muttaqin. 2005. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernafasan. Salemba Medika Jakarta. NANDA. 2012. NANDA Internasional Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta EGC. Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta Salemba Medika. 478 230 375 367 205 179 36 199